Judul Buku : Psikologi Kematian
Penulis : Komaruddin Hidayat
Penerbit : Hikmah (PT MIzan Publika)
Tahun Terbit : 2005
Kota tempat terbit : Jakarta
Jumlah Halaman : 179
Kategori : Non Fiksi
ISBN : 979-3674-87-3
Kematian pasti datang kepada setiap manusia, namun sayangnya manusia biasanya banyak menolak membahasnya atau bahkan enggan untuk sekedar mengingatnya. Pada hakikatnya manusia sadar dan yakin akan datangnya kematian yang akan merenggut semua yang dicintainya dan dinikmatinya karena telah ada bukti disekitarnya. Bagi penganut mazhab sekuler mereka tidak peduli atau bahkan tidak meyakini adanya kehidupan setelah kematian sehingga mereka biasanya menjalani hidup penuh dengan kebebasan, namun bagi penganut mazhab religius yang percaya adanya keabadian setelah kematian mereka menjalani hidup dengan penuh kehati-hatian.
Dua fenomena tersebut yang disinggung dalam buku ini, sehingga dalam bukunya penulis meninjau kematian dari sisi psikologis yang secara umum manusia banyak memandang bahwa kematian adalah suatu peristiwa dahsyat yang menyebabkan ketakutan-ketakutan tersendiri sehingga banyak mempengaruhi perilaku seseorang. Jika perilaku tersebut bersifat positif maka seharusnya ketakutan tersebut menjadi sikap optimisme dalam menjalani kehidupan bahkan sampai menjelang kematian datang. Inilah yang menjadi pokok bahasan penulis dalam bukunya.
Pokok bahasan dalam buku ini menjadi 4 bagian. Pertama, penulis membangun fenomena kematian tidak luput dari makna kelahiran seseorang. Everyday is my Birthday bahwa setiap hari kita diajari untuk bersyukur melalui doa setelah bangun tidur. Kedua, penulis menggali tentang spiritualitas dan kegelisahan-kegelisahan manusia. Menjelaskan tentang cinta Dunia dan Bagaimana mendekati Tuhan dengan Cinta melalui kisah Nabi Ibrahim. Pada bagian ketiga, penulis membahas pencarian makna kehidupan sebelum kematian yang mempertanyakan makna panjang umur, kepemilikan dan keabadian jiwa.
Kemudian dilanjutkan dengan pokok bahasan terakhir yaitu tentang kematian itu sendiri. Pada pokok bahasan terakhir ini penulis juga menyinggung soal fenomena mati suri, hikmah sakit sebelum kematian, insting kematian dan ketakutan akan kehilangan, juga jawaban kenapa diadakan tahlilan. Sehingga menguatkan para pembaca bahwa peristiwa kematian itu harus menjadi penyemangat dalam menjalani kehidupan didunia yang lebih bermakna berupa optimisme yang dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih produktif, kreatif dan bermakna bagi sesama, bukan malah menciptakan ketakutan-ketakutan yang diciptakan sendiri. Hal ini selaras dengan pernyataan penulis dalam pengantarnya bahwa “Kesadaran kematian akan melahirkan banyak karya dan peradaban besar manusia. ”.
Refleksi:
Membaca buku Psikologi Kematian membuat saya mendapatkan jawaban bagaimana para sahabat Rasulullah SAW dikenal tidak hanya karena keberanian mereka menghadapi kematian tetapi juga produktif dan penuh semangat juang dalam membangun peradaban Islam. Kita juga bisa membaca bagaimana keberhasilan generasi berikutnya berhasil mengembangkan peradaban besar Islam melalui produktivitas keilmuan dan bagaimana awal mula kehancuran peradaban besar itu melalui cara generasinya yang mencintai dunia.
Buku ini mengajak saya, mencoba merefleksi kembali makna innalillahi wa inna ilaihi rojiun yang kerap kita baca, bahwa kita dan segala kepemilikan milik Allah dan mengospek kembali makna sapaan atau panggilan Allah yang termaktub dalam ayat-ayat terakhir dari Surah Al Fajr “yaa ayyatuhannafsul muthmainnah, irjiii ila robbiki rodiyatan mardhiyyah, fadkhuli ibadi wadkhuli jannati” yakni panggilan pada jiwa-jiwa yang tenang dengan hati yang penuh cinta pada Pemiliknya dan Ridha dengan segala ketentuan pemiliknya. Bisa jadi ini juga menjadi sebuah jawaban bagaimana orang disekitar kita yang mampu menyambut kematiannya dengan Bahagia.
Menurut Sigmund Freud, setiap orang dalam alam bawah sadarnya menyimpan kerinduan yang dalam akan pengalaman indah yang hilang yaitu ketenangan hidup dalam perut Ibu, sehingga sebagai gantinya menurutnya tanpa disadari kita pun menciptakan imajinasi surga. bagi orang beriman tentu teori ini tidak sepenuhnya benar. Namun demikian, ungkapan bahwa hidup adalah perjalanan panjang dari perut ibu menuju perut bumi, bisa menjadi pengingat kematian. Sebagaimana anjuran Rasulullah SAW kepada umatnya untuk selalu mengingat kematian sebagai pengingat keabadian setelah kematian dan motivasi untuk hidup lebih bermakna bagi sesama.